Monday, March 28, 2016

Partai Komunis Cina dan dunia Yang Berubah

BY biophia@gmail.com IN No comments



Pertanyaan yang telah sekian lama “Menggantung” Itu akhirnya terjawab juga. Itulah soal penyelenggaraan kongres ke 15 Partai Komunis Cina (PKC), yang sampai sekitar sebulan yang silam masih tetap misterius. Tanggal 12 Oktober 1992 telah ditetapkan sebagai pembukaan kongres Partai Komunis Cina terbesar di seluruh jagat ini.


Fokus utama pemberitaan dan minat khalayak sudah dapat dipastikan akan berkisar pada dua faktor yang paling menonjol. Konflik reformis versus konservativ dan regenerasi. Biasanya kedua hal itu dihubungkan dengan hari depan reformasi (Gaige) dan keterbukaan (Kaifang) mengenai regenerasi, Isunya akan tetap berkisar pada persoalan, apakah golongan yang disebut “Delapan Sesepuh”  (Balao) masih akan malang melintang dalam area politik Cina. Atau, apakah mereka akan digunakan golongan pemimpin yang lebih muda dan lebih berani menempuh resiko dalam program pembaharuan ketimbang para sesepuh itu.

“Delapan Sesepuh” adalah julukan untuk delapan politisi senior angkatan Deng XiaoPing yang sudah berusia di atas 80 tahun, tak menduduki jabatan resmi, tapi masih berpengaruh kuat, dengan meninggalnya bekas presiden Li Xiannian beberapa waktu lalu, jumlah mereka jadi tinggal tujuh mungkin lebuh ciocok disubut sebagai tujuh sesepuh (Qilao).

Dalam perkara konflik Reformis-Konservatif boleh dikatakan sudah dapat dipastikan tak akan muncul suatu kemenangan yang Clear-Cut untuk satu golongan faktor berusaha mencegah seseorang “Kehilangan muka “(Diu Lian) dalam sistem politik Cina, seperti juga di Asia pada umumnya, memegang peranan yang sangat besar, sehingga kemungkinan besar yang akan muncul lagi-lagi kompromi. Posisi-posisi strategis dalam kepengurusan akan didistribusikan di antara kedua golongan itu, sehingga dapat mencegah timbulnya gejolak politik yang bisa menganggu stabilitas nasional.
Partisipasi aktif tujuh “Jago Tua” itu pasti akan makin berkutang, tapi tak berarti, bahwa kepemimpinan PKC akan monolit dan konflik senyap. Mengapa? karena sistem politik tingkat tinggi Cina tak mengenal istilah pensiun. Walaupun para politisi senior sudah tidak aktif lagi, gagasan-gagasan mereka tidak dengan sendirinya hilang. Maing-masing dari mereka punya “Jago Elusan” yang melindungi kepentingan pribadi dan keluarga mereka, dan meneruskan gagasan-gagasan politik mereka. Jadi, kecenderungan bagi timbulnya keputusan yang mengejutkan sebagai hasil kongres nampaknya kecil, tanpa mengesampingkan adanya kemungkinan itu.

Namun, sebenarnya ada persoalan lain yang lebih hakiki dan lebih menarik untuk diungkapkan dari pada masalah konflik dan regenerasi. Isu itu adalah kedudukan PKC di tengah Cina dan dunia yang sedang berubah. Apapun hasil kongres nanti , masalah posisi partai di tengah perubahan itu akan teus menghantuinya sepanjang PKC ada dan selama ia masih tetapberpegang padsa tradisi sebagai pemegang partai penguasa tunggal.

Tak diragukan lagi, bahwa PKC dan partai-partai komunis yang masih ada dewasa ini sedang menhadapi tantangan berupa krisis kepercayaan. Tantangan itu bukan hanya datang dari dalam, tapi juga dari luar krisis kepercayaan yang sedang dihadapi PKC sebenarnya bukan soal baru. Sudah sejak pertengahan dasawarsa1950-an, mendiang Mao Zedong melihat gejala makin memudarnya elan revolusi klub para birokrat dan telah kehilangan fungsinya sebagai “penyambung lidah rakyat”. karena telah tenggelam dalam dunia yang makin birokratis, dan kehidupan para kadernya yang maikn lama makin empuk mungkin Mao juga menyadari akan ancaman timbulnya “kelas baru” dalam sistem komunis seperti yang dilansir penulis Yugoslavia, Milovan Djilas. Karenanya, Mao sangat takut akan kebangkitan kembali kapitalisme di Cina


Untuk mengatasi hal itu, Mao telah menggelindingkan berbagai kampanye politik mulai dari “Gerakan Seratus Bunga” (1955). Lompatan jauh ke muka (1957), Gerakan Pendidikan Sosialis (1965). Sampai ke Revolusi kebudayaan (1966). Dalam Revolusi Kebudayaan yang berlangsung selama 10 tahun (1966-1976), di bawah tema pokok mencegah kebangkitan kembali kapitalisme, sebagian besar unsur partai yang dituduh sebagai “Birokrat”, “Kapitalis”, “Kanan”, dan “Kontra Revolusioner” berhasil dibersihkan. Tapi meski mentelan sebagai kampanye telah dilancarkan, penyakit yang menghinggapi partai masih tetap hadir. Bahkan menjelang wafatnya karena keadaan Cina yang maikn kacau, Mao terpaksa menarik dan mempekerjakan kembali orang-orang yang dulu diganyang dan dikeluarkan dari partai.

Tantangan yang dihadapi PKC sekarang berbeda dengan apa yang dialaminya di masa Mao. Dengan diperkenalkannya demokrasi ekonomi sebagai tema pokok, reformasi yang direkayasa deng sejak 1979, tuntutan untuk terlaksananya demokrasi politik makin besar. Namun Deng dan kawan-kawannya kurang menyadari akan kenyataan, bahwa pada suatu saat tertentu dan suatu titik tertentu demokrasi ekonomi dan demokrasi politik harus bertemu. Dengan demikian proses yang berkembang adalah, di satu sisi PKC bertekad tetap mempertahankan kedudukannya sebagai partai tunggal, tapi di sisi lain massa rakyat, terutama kaum muda menuntut hak-hak demokrasi yang lebih besar.
Terjadinya peristiwa berdarah di Tiananmen pada 3-4 Juni tiga tahun yang silam, tak lain sebagai akibat dari tarik-menarik antara kedua kekuatan ini. Jutaan massa Beijing dan jutaan jalan mendukung aksi mahasiswa yang menuntut hak-hak demokrasi. Hanya dengan keperkasaan tentara Pembebasan Rakyat (TPR) dan kekerasan senjata, kewibawaan partai masih dapat dipertahankan.
Situasi dunia dewasa ini juga tak menguntungkan PKC. Runtuhnya Rezim-rezim komunis totaliter di bekas Uni Soviet dan eropa timur, telah disusul dengan munculnya proses demokratisasi yang makin lama menjadi gejala global. Itu ditambah lagi dengan dunia yang kian hari kian “Sempit” sebagai dampak terciptanya teknologi komunikasi yang makin lama makain bertambah maju.

Peristiwa pecahnya negara Uni Soviet dan timbulnya proses demokratisasi di sana, pasti didasari kehadirannya oleh sebagian rakyat Cina. Itu semuanya adalah akibat dan reformasi dan keterbukaan yang dirintis Deng sejak 1979 dan komunikasi yang semakin canggih. Sebagai akibatnya, baik di mata sebagian rakyat Cina maupun mata dunia, PKC bagaikan penjelmaan suatu sistem yang arkhalk, anarkronik atas tak sesuai lagi dengan zaman.

Mungkin saja dalam menghadapi dunia dan Cina yang sedang berubah seperti sekarang ini, PKC akan mengambil langkah-langkah lebih terbuka dan menjalankan sistem yang demokratis atau pluralistis. Namun pada kenyataannya, PKC dewasa ini adalah satu-satunya kekuatan politik di Cina yang terorganisasi dengan baik. Oleh sebab itu, andai kata muncul suatu partai tandingan atau oposisi, prakarsanya akan muncul dari kalangan PKC itu sendiri. Sejak awal 1980-an setiapa usaha untuk membentuk kekuatan politik alternatif di negeri semilyar manusia itu, selalu gagal, lantaran selalu dihalang-halangi.

Soalnya dekarang, apakah para penguasa RRC menyadari akan gentingnya keadaan? Apakah mereka telah mempersiapkan suatu sistem yang lebih cocok untuk masa sekarang? Atau malahan lebih maju lagi dengan memberi peluang untuk munculnya suatu kekuatan politik alternatif?


Rangkaian pertanyaan itu hanya bisa dijawab sejarah ataupun pencarian jalan keluar dan dilema itu sangat mendesak bagi Cina. Sementara itu saat pembukaan kongres makin mendekat.

0 komentar:

Post a Comment